Review Film The Closet: Jangan Abaikan Aku di Lemari, Ayah!
Pintu lemari di kamar
I-na (Sumber: hancinema.net)
I-na membuka dan
melihat isi lemari (Sumber: hancinema.net)
Lemari memang biasa digunakan untuk menyimpan barang, bahkan menjadi tempat persembunyian anak-anak saat bermain. Seperti pada foto di atas, hanya terlihat seorang anak perempuan yang berdiri di depan lemari lalu membuka dan melihat isinya. Namun, pada film The Closet, lemari ini bukanlah lemari biasa, melainkan sebuah lemari misterius.
I-na dan ayahnya
(Sumber: hancinema.net)
Film ini tentu membuat merinding
para penonton. Film The Closet bercerita tentang seorang ayah
dan putrinya yang berpindah rumah ke sebuah desa. Tak disangka, mereka
mengalami kejadian horor di rumah barunya tersebut yakni sang anak menghilang
tanpa jejak secara tiba-tiba. Sesuai dengan judul filmnya, ia menghilang
diculik oleh hantu yang singgah di lemari yang ada di kamarnya.
Film yang rilis tahun 2020 ini
diawali dengan Yeon Sang-won (Ha Jung-woo) dan anak semata wayangnya, I-na (Heo
Yool), yang berpindah rumah ke sebuah rumah besar nan terpencil dan terletak di
sebuah desa. Sang-won dan keluarganya sebelumnya sempat mengalami kecelakaan
akibat mobil yang dikendarainya tertabrak truk, yang mengakibatkan istri
Sang-won meninggal sementara Sang-won dan putrinya mengalami luka dan harus
menjalani perawatan pascatrauma. Kondisi I-na tak kunjung membaik meskipun
sudah menjalani perawatan dan hubungan dengan ayahnya juga menjadi tidak baik.
Sang-won merasa bahwa putrinya yang berusia 11 tahun itu akan merasa lebih baik
bila berada di tempat dengan lingkungan dan udara yang bersih. Alasan ini
membuat Sang-won memutuskan untuk pindah ke desa.
Suatu malam, I-na yang sedang
menonton video di kamarnya tiba-tiba mendengar suara misterius
beberapa kali dari lemari. I-na membukanya dan setelahnya ia mendadak menjadi
ramah kepada ayahnya yang sebelumnya ia sedang merasa kesal terhadap ayahnya
saat makan malam bersama.
Beberapa hari kemudian, Sang-won
berkata kepada I-na bahwa ia akan meninggalkan I-na selama kurang lebih dua
bulan untuk urusan proyek pekerjaan yang sedang dijalankannya.
Mendengar hal tersebut, I-na kesal dan merasa diabaikan oleh ayahnya.
I-na mengalami perubahan
kepribadian selama beberapa hari terakhir. Puncaknya, I-na tiba-tiba menghilang
tanpa jejak secara misterius di rumahnya pada malam hari. Hilangnya I-na
tepatnya berkaitan dengan sosok horor yakni hantu yang ada di dalam lemari di
kamarnya. Sang-won tidak tahu sosok penyebab hilangnya I-na secara misterius
tersebut.
Yeon Sang-won
melakukan syuting program berita tv demi menemukan I-na (Sumber: IMDB)
Saat mengetahui putri semata
wayangnya hilang, Sang-won meminta bantuan kepada pihak kepolisian sampai
mengumumkan kehilangan I-na kepada publik melalui program berita di televisi
guna mencari keberadaan I-na. Berita tersebut akhirnya sampai pada eksorsis
nomor 1 di Korea Selatan Heo Gyeong-hun (Kim Nam-gil). Gyeong-hun mendatangi
rumah Sang-won dengan membawa detektor EMF untuk mendeteksi keberadaan hantu
yang tentunya mengarah pada lemarinya I-na. Gyeong-hun mengetahui bahwa I-na
berada di alam gaib karena kasus hilangnya anak secara misterius di lemari
bukanlah hal yang pertama kali terjadi. Gyeong-hun memberitahukan hal tersebut
kepada Sang-won dan menawarkan bantuan untuk menemukan putrinya.
Heo Gyeong-hun dan
Sang-won melacak keberadaan I-na yang ada di antara hantu (Sumber: IMDB)
Sang-won frustrasi karena
pencarian I-na bahkan sampai memonitor pergerakan hantu belum juga membuahkan
hasil. Ia akhirnya melakukan hal nekat yakni masuk ke dunia arwah dalam waktu
yang singkat dengan bantuan ritual pengusiran setan khas Korea Selatan yang
dilakukan Gyeong-hun demi bisa membawa I-na kembali ke dunia manusia. Namun,
dengan syarat, apabila Sang-won belum keluar dari dunia arwah di rentang waktu
yang telah ditentukan tersebut, dia akan menjadi hantu dan berada di alam
kegelapan (alam gaib) selamanya.
Gyeong-hun melakukan ritual guna membantu Sang-won mencari I-na di alam gaib (Sumber: hancinema.net)
Ternyata, penyebab terjadinya
peristiwa horor itu adalah Cho Myeong-jin (Kim Si-a), anak 11 tahun yang hilang
secara misterius akibat dikurung dan diabaikan oleh ayahnya (Park Sung-woong)
di dalam lemari pada 7 April 1998. Ayah Myeong-jin memiliki hutang ditambah
krisis moneter melanda Korea Selatan tahun 1998 yang semakin memperburuk
keadaan. Ia stress sehingga bernekat untuk mengunci dan membiarkan Myeong-jin
di dalam lemari serta membunuh istrinya.
Rasa benci dan dendam yang
dimiliki Myeong-jin terhadap ayahnya mengubahnya menjadi iblis yang menciptakan
alam gaib tersebut. Iblis cilik Myeong-jin menculik anak-anak lain yang juga
terluka dan menderita akibat perbuatan orangtua mereka yang telah menganiaya,
melecehkan secara verbal, atau mengabaikan mereka. Myeong-jin mengumpulkan
anak-anak termasuk I-na ke alam gaib dan bersama-sama memberikan karma buruk
kepada orang dewasa yang telah menyakiti mereka, terutama orangtua mereka.
Cho Myeong-jin di
alam gaib (Sumber: IMDB)
Terlepas dari suasana horor yang
ada, film ini mengandung makna yang sangat dalam. Film The Closet menyajikan
gambaran hubungan psikologis antara orangtua dan anak yang sangat bagus, yang
membuatku merasa film ini menjadi film horor paling bagus yang pernah kutonton
selama ini. Meskipun demikian, mirisnya, perilaku orangtua kepada anak itulah
yang justru menjadi penyebab peristiwa horor bisa terjadi.
Sang penulis memilih karakter
yakni seorang ayah single parent yang notabene harus bekerja
sementara putrinya tidak ada yang menjaganya, sehingga sang ayah harus membagi
perhatiannya antara urusan pekerjaannya dan menemani anaknya yang telah
menjalani perawatan pascatrauma. Pemilihan ini menjadi keputusan yang jenius
sekaligus miris; lagi-lagi ayah yang kena, dicap buruk soal urusan mengurus
anak. Hal ini karena mayoritas orang beranggapan bahwa masalah mengurus anak
umumnya menjadi tanggung jawab ibu, padahal yang benar hal itu menjadi tanggung
jawab keduanya: ayah dan ibu.
“Sayangnya, banyak kasus anak hilang dikaitkan dengan
anggota keluarga” — Reporter TV berita kasus anak hilang
Ayah I-na, Yeon
Sang-won, yang bekerja sebagai arsitek (Sumber: hancinema.net)
Sementara itu, I-na membutuhkan
teman untuk bermain dan menemaninya selama di rumah. Ia merasa diabaikan.
Selama ini, Sang-won hanya membelikan I-na boneka secara terus menerus yang
harapannya I-na akan senang bermain dengan bonekanya dan menjadikan bonekanya
sebagai teman, sedangkan Sang-won tidak menemaninya bermain. Namun sebenarnya,
I-na membutuhkan orangtuanya sebagai teman bermainnya, layaknya anak semata
wayang dan juga anak pertama saat masih belum memiliki adik pada umumnya yang
tentu membutuhkan teman bermain terdekat yang tidak lain dan tidak bukan adalah
orangtuanya sendiri.
I-na membutuhkan peran,
perhatian, dan kehadiran sosok orangtuanya tidak hanya dalam urusan bermain
tetapi juga di segala urusan kehidupannya, bukan sebagai absent
parent yang tidak hadir perannya secara fisik dan juga
emosional. I-na sendiri dapat dikatakan merupakan anak yang
menghargai ayahnya, sementara ayahnya tidak berbuat demikian kepadanya.
Sang-won bahkan tidak tahu banyak tentang hal-hal yang berhubungan dengan
anaknya sendiri, mulai dari sahabatnya sampai dengan penyanyi kesukaannya. I-na
bahkan sampai berpikir bahwa ayahnya bertindak sesuka hatinya yakni lebih
memikirkan pekerjaannya tanpa memikirkan perasaan anaknya secara lebih jauh.
Hal ini semakin miris dengan
ditunjukannya scene I-na yang sedang menonton kartun saat
makan malam dengan Sang-won. Pada kartun yang ditonton tersebut, terlihat
seorang anak yang hendak berlari dan didukung penuh oleh ayahnya. Volume
suara video tersebut terdengar cukup keras hingga sampai ke
telinga Sang-won. Sementara itu, Sang-won tidak peduli dan sibuk dengan urusan
pekerjaannya dikala mereka sedang makan malam bersama. Kejadian ini secara
tidak langsung menjadi sebuah sindiran bagi ayah I-na untuk bisa lebih
menghargai dan perhatian terhadap I-na. Hal ini karena sejauh ini, Sang-won
lebih mementingkan pekerjaannya sampai kurang peduli dan mengabaikan anaknya
sendiri. Sang-won bahkan berniat memasukkan Ina ke kamp seni agar ia bisa fokus
pada pekerjaannya. Miris sekali.
I-na yang kecewa
dengan ayahnya yang akan meninggalkannya selama dua bulan demi urusan pekerjaan
(Sumber: hancinema.net)
Film ini memberi pelajaran
bahwa lebih baik menunda bahkan tidak memiliki anak bila belum siap dengan
segala konsekuensi yang harus dihadapi ketika anak sudah lahir. Film ini
juga membuktikan bahwa tidak hanya anak yang bisa dianggap durhaka kepada
orangtua, tetapi juga orangtua bisa dianggap durhaka kepada anaknya
sendiri. Selama ini, orang-orang hanya mengedepankan sikap anak yang
durhaka kepada orangtuanya, tetapi mengesampingkan dan melupakan realita bahwa
keadaan juga bisa terjadi sebaliknya. Durhaka dalam hal ini maksudnya bukan
hanya dapat dilakukan oleh anak dalam bentuk ‘membangkang atau melawan
orangtua’ seperti yang selama ini diyakini mayoritas orang, tetapi juga bisa
dilakukan oleh orangtua yakni dalam bentuk tidak memenuhi kebutuhan bahkan
sampai mengabaikan sang anak.
Menjadi orangtua memang perlu
mempersiapkan segala hal — terutama dalam film ini: aspek psikologis — dengan
matang. Hal ini dikarenakan kebutuhan anak tidak hanya berupa aspek
material tetapi juga aspek psikologis, yang tentu diawali dari baiknya kondisi
psikologis orangtuanya. Anak membutuhkan kehadiran orangtuanya secara fisik
yang bisa memberikan hubungan psikologis yang baik kepadanya. Memang tentu
akan ada pasang-surut dalam kehidupan rumah tangga dan ada hal — terutama hal
buruk — di luar kendali yang akan memengaruhi keadaan dalam satu keluarga.
Namun, alangkah baiknya, orangtua dapat menghadapinya dengan baik, bijak,
berpikir jauh ke depan, dan diharapkan tidak akan berdampak buruk juga kepada
anaknya. Yang terpenting lainnya juga, jangan menjadi orangtua yang egois
dan bertindak semaunya tanpa memikirkan keadaan anggota keluarga lainnya
terutama anak.
Betapa mirisnya ketika Cho
Myeong-jin, anak 11 tahun yang dinyatakan hilang dan dianggap sudah meninggal,
masih merasakan kesedihan di alam orang mati (alam gaib), padahal dia juga
sudah merasakan kesedihan selama di dunia. Turut sedih dengan situasi masih
sedihnya Myeong-jin akibat terbukanya kembali luka lama dan trauma yang
dimilikinya saat ia berbicara dengan ayah I-na, meskipun dia sudah di alam yang
berbeda dari manusia.
“Betapa menyakitkan rasanya tinggal dengan seseorang yang
menginginkan dia pergi” — Heo Gyeong-hun
Film ini dapat disaksikan di OTT
Catchplay dan Iqiyi juga (bila sedang ditayangkan) di channel tv
berlangganan tvN Movies!
Komentar
Posting Komentar